Rabu, 08 Juni 2011

Tuna Laras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial.
Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norm dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

 

Klasifikasi anak tunalaras

Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William M. C. (1975) mengemukakan kedua klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
  1. anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
    1. The Semi-socialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya.
    2. Children arrested at a primitive level of socialization, anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan kearah sikap sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian dari orang tua yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon pada perlakuan yang ramah.
    3. Children with minimum socialization capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
  2. Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
    1. neurotic behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas, marah, agresif dan perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka melakukan tindakan lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang berat.
    2. children with psychotic processes, anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan.
     
diambil dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Tunalaras

Tuna Daksa

Tuna daksa diambil dari 2 kata, yaitu Tuna berarti cacat, Daksa berarti tubuh.
 
Istilah lain dari Tunadaksa sbb:
  •   Cacat Fisik
  •   Cacat Orthopedi
  •   Crippled 
  •   Phocially handicapped
  •   Physically Disabled

Pengertian tunadaksa adalah sbb:
  • kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh 
  • kelainan atau kerusakan pada fisik dan kesehatan.
  • Kelainan atau kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan otak dan saraf tulang belakang 
penyebab-penyebabnya :
Sebab sebab pada saat kelahiran, antara lain : Proses kelahiran terlalu lama, Proses kelahiran yang mengalami kesulitan Pemakaian Anestasi yang melebihi ketentuan.
Sebab sebab setelah proses kelahiran, antara lain : Kecelakaan, lnfeksi penyakit, dan Ataxia.

Karakteristik Anak Tunadaksa :
Anak tunadaksa akan mengalami gangguan psikologis Yang cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif Serta memisahkan diri dari lingkungannya.

Tuna Grahita

  1.  Pengertian Tuna Grahita
    Tunagrahita adalah seorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu, adakalanya cacat mental dibarengi dengan cacat fisik sehingga disebut cacat ganda. Misalnya, cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat pada mata), ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran
     
  2. Klasifikasi Tuna Grahita
    • Debil, yaitu tuna grahita yang ringan. Penyandang cacat yang termasuk dalam kelompok ini dapat dilatih dan dididik.
    • Embisil, yaitu tuna grahita yang sedang. Penyandang cacat yang termasuk dalam kelompok ini mampu latih.
    • Idiot, yaitu tuna grahita yang berat. Penyandang cacat yang termasuk dalam kelompok ini tidak dapat dilatih atau dididik karena tingkat kecerdasan (IQ) sangat rendah, sehingga hanya mampu rawat.
     
  3. Gejala Umum Penyandang Tuna Grahita
    • motorik mengalami gangguan (motoriknya kaku, terutama motorik halus)
    • pada tuna grahita yang berat, motorik kasar juga mengalami gangguan, misal :
      1. air ludah menetes
      2. saat berjalan, cenderung tidak mengayunkan tangan
      3. pandangan cenderung loyo/tidak cerah
    •  tulisan dari penyandang tuna grahita susah untuk dibaca
    • keseimbangannya labil

Sabtu, 21 Mei 2011

Pengaruh Fisik, Kognitif (berpikir) dan Bahasa Terhadap Perilaku Anak Prasekolah

Perkembangan perilaku anak prasekolah tidak berdiri sendiri, namun sejalan dengan perkembangan aspek lainnya, baik fisik, kognitif, serta perkembangan bahasanya. Dengan meningkatnya berbagai aspek kemampuan anak timbullah berbagai perilaku yang khas pada anak-anak usia ini.

  1. Perkembangan fisik
    meningkatnya kemampuan fisik mendorong meningkatkan mobilitas anak, sehingga si anak tampak hampir tak pernah diam. Seolah-olah ia selalu ingin melangkah dengan leluasa keluar rumah.
  2. Perkembangan cara berpikir
    di awal usia prasekolah, anak mulai mengembangkan pemahaman tentang hubungan benda, antara bagian dan keseluruhan serta perbandingan ukuran besar dan kecil.
  3. Perkembangan bahasa
    perkembangan berbahasa anak ini mengambil porsi penting dalam kehidupan anak selanjutnya, mempengaruhi tindak tanduknya. Dibanding masa sebelumnya, kini anak jadi lebih bisa diajak berkomunikasi, bisa mengungkapkan keinginannya secara verbal. Itulah sebabnya anak membutuhkan teman sebaya, sehingga ia bisa melatih perbendaharaan katanya lewat bermain bersama teman.
Meningkatnya berbagai aspek perkembangan anak prasekolah mempengaruhi bentuk tingkah laku yang ditimbulkannya. Namun, di samping pertumbuhan anak sendiri, pola asuh orang tua juga berpengaruh terhadap perilaku mereka. Karena pada dasarnya, perilaku anak merupakan hasil adaptasi dari apa yang dilakukan dan diberikan oleh lingkungan sekitarnya.

Dalam perkembangan, ada tiga perilaku lingkungan yang bisa mempengaruhi perilaku anak, yaitu :

  1. Proses pemberian hadiah dan hukuman
    dengan diberikannya hadiah atas tindakan anak yang dianggap baik oleh lingkungan, dan sebaliknya, hukuman atas tindakan yang tak direstui lingkungan, anak berpeluang untuk mempelajari harapan lingkungan. Akibatnya, ia juga bisa belajar untuk mengontrol tindakannya.
  2. Belajar dari lingkungan
    anak memetik banyak pelajaran dari mengamati dan meniru orang lain disekitarnya, terutama orang tua dan teman sebayanya. Misalnya saja, menirukan gaya penyanyi yang sering dilihatnya di televisi.
  3. Proses identifikasi
    Proses ini melibatkan ikatan emosi antara anak dengan model yang ditirunya. Anak berusaha mengikuti tindakan model sedemikian rupa, sehingga ia merasa bahwa tindak, sikap, perasaan, bahkan jalan pikirannya mirip sang model. Dalam hal ini, orang tua sering dijadikan obyek model anak. Perhatikan saja, tidak sedikit anak-anak yang bercita-cita sama seperti profesi ayah atau ibunya.

    Bisa dilihat betapa besar peran lingkungan dalam kehidupan anak. Dan, andalah sang pemeran utamanya.

Anak Ngompol Di Sekolah

Mengompol kembali pada usia prasekolah bisa disebabkan oleh gangguan fisik atau emosi. Jika seorang anak mengalami infeksi pada saluran kencing, kadang-kadang ia tidak dapat menahan kencingnya dengan baik. Kalau ini yang terjadi, kita harus segera membawa si kecil ke dokter agar mendapat perawatan sebagaimana mestinya.

Mengompol juga bisa merupakan ungkapan dari rasa cemas atau kurang aman. Hal ini bisa terjadi karena :

  • Kehadiran seorang adik. Anak bisa sengaja mengompol kembali karena ia ingin berperilaku seperti adik barunya. Perilaku ini kadang-kadang juga dilandasi oleh keinginannya untuk menarik perhatian orang tuanya. Ada juga yang mengompol tanpa disengaja, dan ini sering disebabkan oleh rasa cemas akan kehilangan kasih sayang orang tuanya.
  • Ditinggalkan orang yang dipercayai. Misalnya jika anak ditinggal cuti oleh pengasuh yang sudah dekat dengannya.
  • Mengalami kejadian yang menakutkan atau sedih sehingga anak merasa risau dan kurang tentram. Misalnya saja, orang tua sering bertengkar.
  • Anak mengalami perubahan dalam hidupnya seperti pindah rumah atau harus berpisah dengan orang tua selama berada di sekolah.
Jika seorang anak hanya mengompol di sekolah, beberapa penyebab yang mungkin terjadi adalah :

  • Tidak berani bilang kepada gurunya bahwa ia mau ke kamar kecil.
  • Kamar kecil terletak jauh dari kelas, gelap atau terpencil sehingga anak merasa takut pergi sendiri.
  • Kamar mandi di sekolah tidak seperti yang ada di rumah, misalnya dalam hal bentuk (jongkok atau duduk), kenyamanan dan kebersihannya.
  • Anak belum bisa pergi ke kamar kecil sendiri karena sudah biasa dibantu.
  • Merasa kurang aman dan takut di sekolah karena belum biasa ditinggal sendiri oleh orang tuanya.
  • Ada masalah dengan murid lain yang tidak diketahui guru.
  • Merasa cemas berlebihan karena takut salah dalam melaksanakan tugas yang diberikan guru.
  • Masalah yang terbawa dari rumah.

Anak Mogok Sekolah

Di usia 3 tahun, anak-anak mulai merasakan takut berpisah dengan orang tua, suatu ketakutan yang menjadi basis ketakutan anak sepanjang masa kanak-kanaknya dan seringkali terus berlanjut sampai dewasa. Takut yang mendasar ini hilang timbul dalam berbagai bentuk di sepanjang usianya.

Dalam usia prasekolah, ketakutan berpisah dari orang tua dapat muncul dalam perilaku tak mau lepas dari orang tua dan takut tidur. Karena itu, adalah hal yang normal bila sesekali anak berusia 4-5 tahun tak mau pergi ke sekolah.

Menghadapi anak-anak yang sedang mogok dengan marah-marah atau memaksa mereka pergi ke sekolah sama sekali tidak menolong. Mungkin sebaiknya anda dan guru membicarakan cara-cara terbaik agar anak merasa senang di sekolah dan tidak melekat seperti lem dengan ibu.

Bila anak bersikeras tak mau sekolah, mungkin ia benar-benar tak suka sekolahnya. Karena itu, sebaiknya anda tidak memaksanya untuk tetap pergi ke sekolah. Carikan sekolah yang lain, dan beri waktu untuk menyesuaikan diri dengan suasana baru.

Anak Gagap

Setiap anak, diantara usia 1-6 tahun sedang mengembangkan keterampilan berbicaranya. Itu sebabnya, terkadang ada saat-saat dimana dia tidak lancer dalam berbicara, seperti terbata-bata dan mengulang-ulang kata.

Di usia prasekolah anak-anak selalu mencari kata-kata yang tepat dan mengalami kesulitan menemukannya. Mencari-cari kata ini terutama terjadi di saat-saat mereka sedang begitu bersemangat, sedang marah atau ketika mereka ingin orang lain turut merasakan keberhasilan yang diraihnya.

Para ahli mengatakan, bila ditanyakan pada para penggagap, mereka sependapat bahwa justru antisipasi akan kesukaran mengungkapkan kata-katalah yang menyebabkan timbulnya gagap. Ketika penggagap merasa bicaranya diperhatikan orang lain, maka semakin menjadi-jadilah gagapnya. Jadi jelaslah, gagap cenderung muncul dalam kondisi stres.


Tanda-tanda anak gagap:

  • Menunjukkan ritme bicara yang tidak teratur, yaitu memanjangkan beberapa kata dan memotong/mempercepat kata yang lain
  • Sukar/tak mau bicara, anak seperti ingin mengatakan sesuatu dan kemudian diam atau pergi
Bila beberapa diantara tanda-tanda tersebut muncul dalam bicara anak, terutama bila ia sudah masuk sekolah dasar, anda harus mengintropeksi diri, adakah kira-kira penyebab stres pada anak yang mengganggu perkembangan bicaranya. Bila perlu mintalah bantuan psiklogi atau speech therapist.